MAKALAH "SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABAD KE-2"

0 Comments
MAKALAH "SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABAD KE-2"


A.   Abu Hanifa (80-150 H) [[1]]
Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bin Zauti, Ahli Hukum agama Islam yang dilahirkan di Kufa pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Abu Hanifah lebih dikenal sebagai Imam Madzhab hukum yang sangat rasionalistis dan dikenal juga sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kuffah, Iraq. Ia menggegas keabsahan dan keshahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-sala’m dan al-mura’bahah.
Abu hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam, yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli  sepakat bila barang yang dibeli dikirimkan seteah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritik prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah kepada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membaar lebih dulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, waktu dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia dipasar selama waltu kontrak dan waktu pengiriman.
Salah satu kebijakan Abu Hanif aadalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah tranaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dan hubungannya dengan jual beli. Dia menyebutkan contoh, murabahah. Dalam persentase kenaikan harga didasarkan atas kesepakatan antara penjual dan pembeli terhadap harga pembelian yang pembeliannya diangsur. Pengalaman Abu Hanifa di bidang perdagangan menjadikan beliau dapat menentukan mekanisme yang lebih adil dakam transaksi ini dan transaksi yang sejenis.
Abu Hanifa tidak membebaskan perhiasan dari zakat dan akan memberbaskan kewajiban membayar zakat bagi pemilik harta yang dililit utang. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apapun, hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.
Abu Hanifa meninngal pada tahun 150 H, tahun di masa Imam Syafi’i lahir. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Khaizaran. Beliau meniggalkan beberapa karya tulis. Di antaranya al-Makharif fi al-Fiqh, Al-Musnad, sebuah kitab hadis yang dikumpulkan oleh para muridnya dan Al-Fiqh Al-Akbar.

B.   Imam Malik (93-179 H)[[2]]
Nama lengkap Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Amr al-Asbahi. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 714 M / 93 H dan meninggal pada tahun 800 M / 179 H. Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadist, serta pendiri madzhab Maliki. Ia menyusun kitab Al-Muwaththa dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadist dan yang meriwayatkan Al-Muwaththa lebih dari seribu orang.[[3]]
Malik bin Anas memiliki dua pemikiran ekonomi yang paling menonjol. Pertama, Malik mengangggap raja atau penguasa harus bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Beliau mendorong para penguasa agar berperilaku seperti Umar bin Khatab, yang peduli terhadap pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Kedua, pemikiralainnya yang relevan dengan Ilmu Ekonomi ialah maslaha (nilai kegunaan, apakah untuk individu atau sosial) yang merupakan akar syariah. Imam Malik selalu menggunakan konsep maslahah dalam membahas permasalahan yang tidak ter-cover reks Al-Quran dan Sunnah.
Dua pemikiran tersebut menunjukkan bahawa ia mengakui hak negara Islam  untuk menarik pajak demi memenuhi kebutuhan bersama. Imam Malik lebih dikenal sebagai penulis pertama kitab Hadist Al-Muwatha’ dan Imam Madzhab Hukum.

C.   Abu Yusuf (112-182 H)[[4]]
Nama lengkap Abu Yusuf ialah Abu YUsuf Ya’qub bin  Ibrahim bin Habib Al-Ansari, lahir di Kuffah tahun 113 H dan wafat tahun 182 H. Abu Yusuf berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa Arab. Keluarganya disebut Anshori karena pihak ibu masih mepunyai hubungan dengan kaum Anshar. Beliau adalah murid dari Abu Hanifa yang  mengabdi selama 17 tahun. Panggilan populernya adalah Qadhi Qudhat (Hakim Agung) yaitu jabatan yang disandangnya pada masa kekuasaan Khalifah Harun al-Rasyid.
1.    Kebijakan Fiskal
Abu Yusuf merupakan ahli fiqih pertama yang mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ekonomi. Tema yang kerap menjadi sorotan dalam kitabnya terletak pada tanggungjawab ekonomi penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, pentingnya keadilan, pemerataan dalam pajak serta kewajiban penguasa untuk menghargai uang publik sebagai amanah yang harus digunakan sebaik-baiknya.
Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan, yakni kitab al-Kaharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan dari penguasa pada zamannya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk menghindari kdzaliman yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemashlahatan bagi penguasa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penalaranya, Abu Yusuf menganalisis permasalahan-permasalahan fiskal dan menganjurkan beberapa kebijakan bagi pertumbuuhan ekonomidan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia senantiasa menggunakan ayat-ayat  dan hadis-hadis yang relevan untuk mendukung pilihan kebijakan yang diadpsi.
2.    Keuangan Publik
Kekuatan utama dari pemikiran Abu Yusuf terletak pada area keuangan publik. Secara umum, penerimaan Negara dalam Daulah Islamiyah yang ditulis oleh Abu Yusuf dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu: ghanimah, sadaqah dan harta fay’ yang di dalamnya termasuk jizyah, ‘ushr dan kharaj. Penerimaan-penerimaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai aktivitas pemerintah. Akan tetapi Abu Yusuf tetap memperingatkan Khalifah untuk menganggap sumber daya suatu amanah dari Tuhan yang akan diminta pertanggungjawabannyaa.
a.    Ghanimah
Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum Muslim dari harta orang kafir melalui peperangan. Harta tersebut biasanya berupa uang, senjata, barang-barang dagangan, bahan pangan, dan lainnya. Harta ghanimah kaum Muslim pertama kali adalah ghanimah Abdullah ibn Jahsy. Ghanimah tersebut berupa sebagian unta Quraisy yang membawa perbekalan logistik dan barang dagangan. Peristiwa ini terjadi pada tahun kadua hijriyah.
Pemasukan dari ghanimah tetap ada dan menjadi bagian penting keuangan publik. Akan tetappi, karena sifatnya yang tidak rutin, maka pos ini dapat digolongkan sebagai pemasukan yng tidak tetap bagi negara. Abu Yusuf mengatakan jika ghanimah didapat sebagai hasil pertempuran dengan pihak musuh, maka harus dibagikan sesuai dengan panduan Al-Quran , Surat Al-Anfal ayat 41:
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat Rasul, anak-aak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Pembagian Khums ini memberikan 1/5 atau 20% dari total rampasan untuk Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang miskin dan kerabat. Sedangkan sisanya adalah bagi yang ikut peperangan.
b.    Zakat
Sebagai salah satu instrumen keuangan negara, zakat tetap menjadi salah satu sumber keuangan negara padasaat itu. Akan tetapi beiau tidak membahas secara rici tentang hukum hukum zakat yang biasa dilakukan oleh ulama fiqih. Beliau hanya menjelaskan secara global.
Dalam persoalan zakat pertanian ada ketentuan sebagai berikut, yaitu jika pengelolaan tanah menggunakan teknik irigasi maka zakat adalah 5%, sedangkan jika pengeloaannya menggunakan irigasi dari air hujan, maka zakatnya adalah 10%. Dalam beberapa riwayat bea cukai antara pedangang muslim Ahlu Dzimmah dan Ahlu Harb dibedakan. Pedagang muslim dikenakan 2,5%, Ahlu Dzimmah 5% dan Ahlu Harb 10%.
Yang termasuk kategori tanah usyriyah menurut Abu Yusuf adalah:
1)    Lahan yang termasuk Jazirah Arab, meliputi Hijaz, Mekkah, Madinah dan Yaman.
2)    Tanah tandus atau mati yang dihidupka kembali oleh orang Islam
3)    Setiap tanah taklukkan yang dibagikan kepada tentara yang ikut berperang, seperti kasus khaibar.
4)    Tanah yang diberikan negara kepada orang Islam, seperti tanah yang dibagikan melalui institusi iqta kepada orang-orang berjasa kepada negara.
5)    Tanah yang dimiliki orang Islam yang berasal dari negara, seperti tanah yang sebelumnya dimiliki oleh raja-raja Persia dan keluarganya, atau tanah yang ditinggaka oleh musuh keluarganya, ataupun tanah yag ditinggalkan oleh musuh musuh yang terbunuh, bahkan melarikan diri dari peperangan.
Objek zakat yang menjadi perhatiannya adalah zakat dari hasil mineral atau barang tambang lainnya. Abu Yusuf dan Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang tersebut, tarifnya seperti ghanimah yaitu 1/5 atau 20% dari total produksi.
c.     Harta Fay’
Fay’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir tanpa peperangan, termasuk harta yang mengikutinya, yaitu kharaj, jizyah dan usyur merupakan harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum Muslimin dan disimpan dalam Bait al-Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sember pendapatan tetap bagi negara, harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan.
d.   Jizyah
Jizyah adalah pajak yang harus dibayar oleh penduduk non-Muslim yang tinggal dan dilindungi dalam sebuah negara islam. Rasulullah saw menetapkan jizyah lewat sahabatnya Muad bin Jabal ketika diutus ke Yaman, sebanyak satu dinar setiap orang yag sudah baligh. Ukuran ini rupanya tidak menjadi ketentuan baku terbukti Umar bin Khatab memungut jizyah sebanyak 4 dinar atau 40 dinar.
e.    ‘Usyr
‘Usyr merupakan hak kaum Muslimin yang diambil dari harta perdagangan ahlu-immah dan penduduk Darul Harbi yang melewati perbatasan negara Islam. Usyr dibayar dengan uang cash atau barang. Abu Yusuf melaporkan bahwa Abu Musa al-As’ari, salah seorang gubernur, pernah menulis kepada khalifah Umar bahwa para pedagang muslim dikenakan bea dagang tarif sepersepuluh di tanah-tanah harb. Khalifah Umar menasihatinya untuk melakukan hal yang sama dengan menarik bea dari mereka seperti yang merka lakukan pada pedagang muslim.
f.      Kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dikuasai oleh kau Muslim, baik karena peperangan maupun karena pemiliknya mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslim. Mereka tetap menjadi pemilik sah tanah-tanahnya tetapi dengan membayar pajak (kharaj) sejumlah tertentu kepada Baitul Maal. Sedangkan usyur merupakan bentuk jama’ dari kata usyr artinya sepersepuluh atau 10%.
Al-Kharaj merupakan kitab pertama Daulah Islamiyah dan pos-pos pengeluaran berdarkan Kitabullah dan Sunah Rasul. Kitab Al-Kharaj mencakup berbagai bidang antara lain:
1)    Tentang pemerintah; seorang khalifah adalah waki Allah di bumi untuk melaksanaan perintahNya.
2)    Tentang keuangan; uang negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
3)    Tentang pertahanan; tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama 3 tahun dan diberikan kepada yang lain.
4)    Tentang perpajakan; pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelan mereka.
5)    Tentang peradilan; hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat. Jabatan tidak boleh mejadi bahan pertimbangan dalam soal keadilan.
Adapun pemikiran Abu Yusuf tentang Kharaj yaitu: [[5]]
1)    Klasifikasi Status Tanah
Dalam sejarah Islam, Rasulullah saw pernah menjadikan tanah Fadak dan Banu Nadhir sebagai tanah fay’ ketika mereka tunduk dibawah pemerintahan Islam tanpa melalui peperangan. Setelah Rasulullah saw wafat, terjadi ekspansi negara Islam dengan tunduknya Byzantiu, Mesir, Palestina, Syiria, tanah sasnid di Iraq dan Persia. Letika tanah tersebut tudak dibagikan dan tetap berada di tangan pemiliknya, kemudian mengolahnya, maka mereka harus membayar kharaj kepada negara.
Berdasarkan hal tersebut, Abu Yusuf menekankan bahwapemerintah mempunyai otoritas dan hak untuk membagikan tanah tersebut kepada para pejuang sebagai harta rampasan perang (ghanimah). Namun lebih baik jika pemerintah memutuskan mengembalikan tanah kepada pemiliknya dan menarik kharaj dari mereka sebagai pendapatan tetap bagi negara untuk kesejahteraan umat Islam. Jadi, status tanah tersebut menjadi tanah kharaj.
Pengenaan pajak atas tanah adalah jenis pajak yang paling tua dan paling banyak diakukan. Di masa lalu, sumber pendapatan utama negara Islam sejak pemerintahan Khalifah Umar sampai pada keruntuhan peradaban umat Islam adalah kharaj atau pajak tanah. Dalam terminologi fiskal Islam, kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukkan tersebut membayar kharaj ke negara Islam.
2)    Kepemilikan Negara
Di samping tanah-tanah tersebut di atas wilayah-wilayah yang luas di jazirah Arab dan bagian lain negara tersebut yang tidak dimiiliki oleh siapapun. Kebijakan fiskal Islam tentang kepemilikan tanah bahwa taah tersebut akan tetap dikuasai oleh negara.
Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang diabaikan oleh pemiliknya atau yang tidak bertuan, akan segera diambil alih dan dikuasai oleh negara. Negara sebagai pemilik tanah kosong memiliki  otoritas untuk memberikannya kepada seseorang dengan tujuan agar tanah tersebut dapat digarap dan memberikan pendapatan bagi negara melalui pajak tanah. Karenanya dua metode yang dilakukan negara dalam pemberian tanah kepada warga negaranya, yaitu melalui pemberian secara resmi melalui institusi iqta atau melalui perolehan hak karena menghidupkan tanah yang mati.
a)    Institusi Iqta
Iqta merupakan prosedur dari pemberian tanah kosong yang dilakukan oleh negara. Dalam sistem fiskal Islam, istilah itu mengarah pada penganugerahan tanah kosong sebagai sebuah hadiah dari negara untuk seseorang yang dapat mengembangkan dan mengolah tanah. Iqta biasanya diberikan kepada mereka yang telah berjasa bagi kakum Muslim dan negara Islam.
b)    Menghidupkan Tanah yang mati (Ihya Al-Amwal)
Sudah menjadi aturan umum, bahwa siapapun yang menghidupkan lahan mati makan ia akkan menjadi pemiliknya. Abu Yusuf mengatakan usaha itu termasuk membajak, menabur dan mengairi tanah. Beliau mengatakan bahwa orang yang menghidupkan tanah yang mati akan memperoleh hak kepemilikan atasnya dan boleh meneruskan mengolah tanah itu atau membiarkanya untuk diolah orang lain, membangun kanal atau mengembangkannya untuk kepentingan sendiri. Dia harus membayar pajak sesuai status tanahnya.
3)    Metode Penetapan Tarif Kharaj
Ada  dua metode yang dilakukan dalam penilaian kharaj, yaitu metode misahah (pajak tanah/produksi tanah tetap) dan metode muqasamah (pajak proporsional pada hasil pertanian).
Misahah adalah metode penghitungan kharaj yang didasarkan pada pengukuran tanah tanpa memperhitungkan tingkat kesuburan tanah, sistem irigasi dan jenis tanaman. Menurut Abu Yusuf, sistem ini tidak efisien lagi karen menurutnya tarif pajak tetap dengan basis pengukuran tanah dibenarkan hanya apabila tanah itu subur.
Sedangkan metode Muqasamah, para petani dikenakan pajak dengan menggunakan rasio tertentu dari total produksi dari yang mereka hasilkan. Rasio ini bervariasi sesuai dengan jenis tanaman, sistem irigasi dan jenis tanah pertanian. Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang berbeda dengan mempertimbangkan sistem irigasi yang digunakan. Tarif yang ditetapkan olehnya adalah:
a)    40% dari produksi yang diirigasi oleh hujan alami
b)    30% dari produksi yang diirigasi oleh hujan buatan
c)    ¼ dari produksi panen musim panas
Menurut Abu Yusuf ada dua keuntungan dengan pemberlakuan sistem muqasamah, yaitu: Pertama, peningkatan pendapatan bait al-mal. Sistem ini menilai berdasarkan jumlah total produksi, sehingga akan kebal terhadap fluktuasi harga benih. Kedua, mencegah ketidak adilan bagi para pembayar pajak.
4)    Administrasi Kharaj
Dalam hal administrasi kharaj, Abu yusuf menolak praktik taqbil. Taqbil adalah sistem pengumpulan kharaj dimana seseorang biasanya dari penduduk lokal, mengajukan diri kepada penguasa untuk bertanggungjawab dalam memungut dan menghimpun kharaj di wilayahnya. Dia sendiri yang menetukan target penerimaan, sementara pemerintah lokal cuckup menerima hasilnya sebagai penerimaan bersih. Menurutnya, praktek taqbil akan menjadi penyebab kehancuran negara.
Dimensi lain dari manajemen pengelolaan kharaj adalah penggajian aparat yang bekerja di bidang ini. Ia menganjurkan  agar gaji mereka diambil dari bait al-mal dan bukan dari pembayar kharaj secara langsung. Ini dilakukan untuk menghindari penyuapan, korupsi dan ketidak adilan.
3.      Mekanisme Pasar
Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan mengikuti prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kekebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan konsumen. Dalam mekanisme pasar, penentuan harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
Fenomena yang terjadi pada masa itu adalah padasaat terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan naik atau tinggi. Sedangkan padasaat persediaan barang melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori permintaan : apabila harga (P) naik, maka jumlah permintaan (Qd) turun. Apabila harga (P) turun, maka jumlah permintaan (Qd) naik.
Fenomena inilah yang kemudian dikritisi oleh Abu Yusuf. Ia mengatakan bahwa kadang-kadang makanan berlimpahbtetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori penawaran: apabila harga (P) naik, maka jumlah penawaran (Qs) naik. Apabila harga (P) turun, maka jumlah penawaran (Qs) turun.



REFERENAI
Amalia, Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Gramata Publishing: Depok.
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikian Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas, diakses tanggal 18 Maret 2016.




[[1]] ibid., hlm.150-151.
[[2]] ibid., hlm.152-153.
[[3]] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas, diakses tanggal 18 Maret 2016.
[[4]] Nur Chamid, opcit., hlm.153-165.
[[5]] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Gramata Publishing, Depok, 2010, hlm..123-130.



You may also like

No comments:

Powered by Blogger.