BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Sejarah Pemikiran Ekonomi Politik pada dasarnya dapat ditelusuri mulai dari awal tumbuhnya filsafat ilmu di masa Yunani Kuno. Aristoteles telah menulis mengenai politica, yang mengulas tentang kehidupan politik, kenegaraan dan kemasyarakaran. Ia juga mengulas Oikonomie yakni pengetahuan tentang cara-cara mengatur rumah tangga dan berikut Chrematistie, pengetahuan yang mempelajariperaturan-peraturan pertukaran (dasar teoretika ekonomi). Hakikat pemikiran cara-cara mengatur rumahtangga tersebut adalah berkaitan dengan persoalan bagaimana manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan prinsip-prinsip ekonomi dan kemudian teoretika ekonomi yang berkaitan dengan dalil-dalil atau hukum yang berlaku dalam dunia ekonomi.[1]
Persoalan istilah Ekonomi Politik dan Politik Ekonomi yang seringkali dipertukarkan tampaknya sederhana namun ternyata secara metodologis mengundang perdebatan panjang baik substansi maupun teoritis. Politik ekonomi pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu unsur atau elemen yang mnejadi alat dari ekonomi dan rassionalisasi kekuatan politik dalam melaksanakan rencana-rencana aplikasi ekonomi itu sendiri untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Sedangkan Ekonomi Politik merupakan seperangkat pengetahuan mengenai ekonomi yang erat kaitannya dengan perubahan-perubahan sosial politik dengan berbagai implikasi masing-masing.[2]

B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang  dikaji adalah:
1.      Bagaimana perspektik Sosialisme terhadap ekonomi politik?
2.      Bagaimana perspektik Marxisme terhadap ekonomi politik?
3.      Bagaimana perspektik Liberalisme terhadap ekonomi politik?
4.      Bagaimana perspektik Nasionalisme terhadap ekonomi politik?

C.      Tujuan dan Kegunaan Penuliasan
1.      Tujuan penulisan:
a.       Untuk mengetahui perspektik Sosialisme terhadap ekonomi politik.
b.      Untuk mengetahui perspektik Marxisme terhadap ekonomi politik.
c.       Untuk mengetahui perspektik Liberalisme terhadap ekonomi politik.
d.      Untuk mengetahui perspektik Nasionalisme terhadap ekonomi politik.
2.      Kegunaan penulisan:
a.       Sebagai referensi untuk kajian yang berkaitan dengan Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik.
b.      Sebagai mediator dalam pembelajaran.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perspektif Sosialisme/Sosialis
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai perbedaan sosialisme (sosialis sebelum Marx) dan komunisme (Marxisme). Sosialisme digambarkan sebagai pergeseran milik kekayaan dari sector swasta ke tangan pemerintah secara halus, dilakukan perlahan-lahan melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah serta dengan memberikan kompensasi kepada milik swasta tersebut. Keadaan sebaliknya terjadi dengan komunisme yang proses peralihan kepemilikan dari sector swasta ke pemerintah dilakukan secara cepat (revolusioner), dilakukan dengan paksaan dan tanpa diberikan kompensasi.[3]
Aliran sosialis sebelum Marx cenderung bersifat utopis (khayalan). Tokoh sosialis-utopis yang paling terkenal adalah Sir Thomas More (1478-1535). Dalam bukunya ia menjelaskan sebuah pulau khayalan bernama utopia yang juga dapat diartikan sebagai sebuah negara, dimana semua milik/kekayaannya merupakan milik bersama untuk digunakan bersama (kolektif).
Menurut Marx, masyarakat sosialis adalah masyarakat yang berkembang setelah masyarakat kapitalis. Dalam masyarakat sosialis, alat-alat produsksi dalam masyarakat terjadi atas hasil dari kebudayaan manusia yang telah tinggi. System ini memberi kesempatan kepada manusia untuk lebih maju baik di lapangan produksi maupun dalam kehidupan kemasyarakatan lainnya.[4]
Hubungan antara kekuatan ekonomi dan kekuatan politik dalam asumsi yang dikemukakan oleh Marx, dapat dianalisis dengan memperhatikan kelas kapitalis yang memiliki akses kekuatan karena posisinya dalam struktur ekonomi. Mereka memiliki alat-alat produksi dan membeli jasa-jasa pekerja, sementara kelas buruh (proletar) hanya memiliki tenaga kerja untuk dijual dengan imbalan upah. Kapitalis makin diperkuat oleh kekuasaan politik pemerintah (yang bertimbal balik dengan kemampuan modal, dan produksi mereka maupun pajak dan sejenisnya); menetapkan kebijakan yang justru merugikan para buruh, atau usaha pemadaman penentangan kaum pekerja. Dengan demikian jelas bahwa kekuatan-kekuatan politik dalam masyarakat berkaitan dengan jasa-jasa kekuatan ekonomi.

B.     Perspektif Marxisme/Komunis
Perspektif Marxisme berkembang dari pemikiran filsuf ekonomi politik, Karl Marx. Salah satu teori yang mendasari kaum Marxis adalah dialektika materialisme, di mana secara umum, inti dari ajaran Marx adalah kritik terhadap kapitalisme. Marxis lebih menekankan fokusnya pada aspek ekonomi dan materi di mana mereka membuat asumsi bahwa ekonomi lebih penting daripada persoalan-persoalan yang lain sehingga memungkinkan bagi peningkatan kelas sebagai fokus studi.[5]
Dalam pandangan kaum Marxis, kehidupan ekonomi berada pada urutan pertama, sedangkan politik di tempat kedua. Oleh karena itu, dalam kehidupan sebuah negara, kepentingan dan isu-isu ekonomi menjadi isu-isu yang penting dan sangat menentukan kepentingan yang ada dalam politik. Bahkan, politik sebagian besar ditentukan oleh konteks sosial ekonomi, dan negara bukanlah lembaga yang otonom bagi penganut Marxis.
Demikian juga kelas-kelas sosial yang ada, borjuis dan proletar, akan menentukan kebijakan-kebijakan politik yang diambil sesuai dengan kepentingan kelas sosial yang berkuasa sehingga secara garis besar Marxis beranggapan bahwa perekonomian adalah tempat eksploitasi dan perbedaan antarkelas sosial, khususnya kaum borjuis dan kaum proletar. Hal itu berarti bahwa dalam perekonomian kapitalis, kaum borjuis akan menjadi kelas yang paling berkuasa.
Pandangan Marx mengenai peran revolusioner dari kapitalis atau imperialis borjuis dalam mentrasformasikan masyarakat tradisional dan mengintegrasikan sekuruh dunia ke dalam suatu ekonomi dunia yang terindepeden sebagai berikut[6]:
“Borjuis dengan peningkatan semua alat produksi dan srana komunikasi yang digunakan secar meluas, memasukkan semua bangsa,bahkan yang paling barbar sekalipun, ke dalam peradaban. Murahnya komoditi merupakan senjata ampuh dalam meruntuhkan seluruh Tembok Cina, dengan itu ia memaksa orang-orang barbar yang sangat membenci orang asing itu untuk menyerah. Ia mendorong semua bangsa, melalui ancaman kepuanahan, untuk mengadopsi model borjuis; ia memaksa mereka untuk memperkenalkan kebudayaan masuk di tengah-tengah mereka, misalnya, untuk juga menjadi borjuis. Dengan kata lain ia menciptakan sebuah dunia mengikuti bentuknya”.
Ringkasnya, marxisme tradisonal ataupun ortodoks ini dari Marx sampai lenin, mempercayai bahwa kapitalisme membangun dunia tetapi tidak secara merata, tidak berkesinambungan dan tidak tanpa batas. Marxisat meyakini bahwa dimasukkannya masyarakat non-Barat ke dalam ekonomi melalui dunia perdagangan dan penanaman modal akan membawa mereka kepada pembangunan yang menguntungkan.

C.    Perspektif Liberalisme/Kapitalis
Perspektif liberalisme didasarkan pada asumsi bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang tidak suka berkonflik, mau bekerja sama, dan rasional. Berlandaskan asumsi dasar tersebut, pemikir liberal berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan manusia rasional akan menimbulkan interaksi yang harmonis di mana kebutuhan manusia akan terpenuhi secara efektif dan efisien dengan syarat dalam proses tersebut tidak ada pihak yang mengintervensi. [7]
Kaum liberal menganggap pasar sebagai mekanisme paling tepat dalam pemenuhan kebutuhan manusia karena di sanalah manusia bebas untuk berinteraksi (membeli dan menjual) atas inisiatif mereka sendiri. Mekanisme pasar akan membuat roda pemenuhan kebutuhan manusia akan terus berputar karena harga menunjukkan nilai kebutuhan sebuah barang. Terkait dengan permasalahan pasar, ada dua pendapat yang muncul dari para teoretikus liberalisme. Adam Smith menjelaskan tentang negara yang seharusnya tidak perlu mencampuri urusan pasar, biasa disebut invisible hand, sedangkan Keynes mengemukakan bahwa negara terkadang perlu masuk ke dalam pasar untuk menjaga keseimbangan pasar.
Aliran ini menganggap bahwa ekonomi dunia yang terindepeden berdasarkan perdagangan bebas, spesialisasi dan divisi tenaga kerja internasional mendorong pembangunan domestik. Arus barang, modal, dan teknologi meningkat efisien secara optimum dan pengalokasian sumber-sumber daya sehingga meneruskan pertembuhan dari negara maju ke negara terbelakang (kurang berkembang). Perdagangan antara negara maju dan negara kurang berkembang dapat menjadi ‘mesin pertumbuhan’ dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan. [8]
Aliran liberalisme berasumsi bahwa kunci pembangunan ekonomi adalah kapasitas ekonomi untuk mentaransformasikan dirinya sebagai respons terhadap kondisi yang berubah. Kegagalan negara yang kurang berkembang dalam menyesuaikan diri terhadap harga yang berubah dan terhadap kesempatan ekonomi yang berakar dari sistem sosial dan sistem politik mereka, bukannya karena operasi sistem pasar internasional sebagaimana yang terjadi pada pasar  bebas. Seperti yang dikatakan oleh Arthur Lewis, ekonomi manapun dapat berkembang apabila memiliki tiga rumusan sederhana: curah hujan yang mencukupi, sistem pendidikan sekunder, dan pemerintahan yang berpikiran sehat.
Bagi liberalisme, masalahnya bukan mengapa si miskin itu miskin, tatapi sebagaimana yang dikatakan oleh Adam Smith dalam The Wealth of Nations : mengapa masyarakat tertentu dapat mengatasi halangan pembangunan, mentransformasikan diri mereka menjadi kaya melalui adaptasi terhadap kondisi ekonomi yang berubah. Jawabannya adalah bahwa masyarakat yang berhasil ini telah membiarkan pasar untuk berkembang tanpa adanya campur tangan politik.
Kritik bagi aliran liberal ini karena cenderung mengabaikan kerangka kerja politik (faktor non ekonomi) yang sesungguhnya di dalam mekanisme pembangunan ekonomi pasti terjadi secara multidimensi atau interdisipliner, yakni tidak dapat memisahkannya dari faktor politik.
D.    Perspektif Nasionalisme/Merkantilis[9]
Perspektif merkantilisme merupakan bagian dari fase dalam sejarah kebijakan ekonomi, atau sebuah sistem tentang kebijakan ekonomi yang banyak dipraktikkan oleh para negarawan Eropa dalam rangka menjamin kesatuan politik dan kekuatan nasionalnya. Kaum merkantilis memiliki pandangan bahwa elite-elite politik berada pada garis depan pembangunan negara modern. Merkantilisme melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan daripada sebagai wilayah kerja sama yang saling menguntungkan. Kekuatan ekonomi dan kekuatan politik sebagai tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing, dalam lingkaran arus balik positif. Pencapaian kekuatan ekonomi mendukung pengembangan kekuatan politik dan militer negara serta kekuatan politik dapat meningkatkan dan memperkuat ekonomi negara.
Kaum merkantilis menyatakan bahwa perekonomian seharusnya tunduk pada tujuan utama peningkatan kekuatan negara, politik harus diutamakan daripada ekonomi. Tetapi isi dari kebijakan-kebijakan spesifk yang direkomendasikan untuk menjalankan tujuan tersebut telah berubah sepanjang waktu. Secara garis besar sifat pokok dari perspektif merkantilisme ini di antaranya menitikberatkan pada perdagangan antarnegara, hasrat untuk mencapai suatu kemakmuran, usaha untuk mengembangkan kekuasaan, serta hubungan yang erat antara kebutuhan akan kekuasaan dengan perdagangan maupun agama. Ringkasnya, merkantilisme menganggap perekonomian tunduk pada komunitas politik dan khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Negara adalah organisasi yang bertanggung jawab dalam mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional, memerintah di atas kepentingan ekonomi swasta. Kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan. Ketergantungan ekonomi pada negara-negara lain seharusnya dihindari sejauh mungkin. Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan pecah, kepentingan keamanan mendapat prioritas.
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Perspektif Sosialieme: Kekuatan-kekuatan politik dalam masyarakat berkaitan dengan jasa-jasa kekuatan ekonomi.
2.      Perspektif Marxisme: Kehidupan ekonomi berada pada urutan pertama, sedangkan politik di tempat kedua.
3.      Perspektif Liberalisme: Cenderung mengabaikan kerangka kerja politik.
4.      Perspektif Merkantilisme: Ekonomi harus tunduk pada komunitas politik (pemerintah).

B.     Saran

1.      Menambah referensi tentang perspektif ekonomi politik agar lebih bisa dipahami.
2.      Menggarisbawahi poin penting atau corak dari setiap aliran ekonomi agar mudah diingat.


DAFTAR PUSTAKA

Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional. Bandung: Refika Aditama.
Azra, Azyumardi. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata Publishing.
http://www.leutikaprio.com , diakses tanggal 27 Februari 2017.






[1] Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm.36
[2] Ibid., hlm.24-25.
[3] Azyumardi Azra, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), hlm.42-43.
[4] Yanuar Ikbar, op.cit., hlm.54-55.
[5] http://www.leutikaprio.com , diaksses tanggal 27 Februai 2017.
[6] Yanuar Ikbar, op.cit., hlm.84-87.
[7] http://www.leutikaprio.com , diaksses tanggal 27 Februai 2017.
[8] Yanuar Ikbar, op.cit., hlm.79-83.
[9] http://www.leutikaprio.com , diaksses tanggal 27 Februai 2017.

Powered by Blogger.