MAKALAH "CONTROL (PENGAWASAN)"

0 Comments
MAKALAH "CONTROL (PENGAWASAN)"

A. Pengawasan dalam Pandangan Islam
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak. Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum syariah), terbagi menjadi dua hal berikut.
Pertama, control yang bersal dari diri sendiri, yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah swt. Seseorang yakin bahwa Allah pasti mengawasi hambaNya, ia akan bertindak hati-hati. 
Ini adalah control yang paling efektif yag berasal dari diri sendiri. Ada sebuah hadis yang menyatakan, “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada…”
Taqwa tidak mengenal tempat. Taqwa bukan sekedar di masjid, bukan sekedar  di atas sajadah, melainkan uga ketika beraktifitas di kantor, meja perundingan, dan sebagainya. Taqwa semacam inilah yang mampu menjadi konntrol yang paling efektif. Taqwa seperti ini hanya mungkin tercapai jika para manajer bersama-sama dengan para karuyawan, melakukan kegiatan-kegiatan ibadah secara intensif. Intinya adalah mengahadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, pengawaasan akan lebih efektif jika system pengawasan tersebut juga dilakukan dari luar diri sendiri. System pengawasan itu dapat terdiri atas mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelsaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara pennyelsaian tugas dan perencanaan tugas, dan lain-lain.

B.     Pengawasan yang Baik
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang telah built in ketika menyusun sebuah program. Dalam menyusun program harus ada unsur control di dalamnya. Tujuanna adalah seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan merasa bahwa pekerjaannya itu diperhatikan oleh atasan, bukan pekerjaan yang tidak diacuhkan atau dianggap enteng, oleh karena itu, pengawasan terbaik adalah pengawasan yang dibangun dari dalam diri orang yang diawasi dan dari system pengawasan yang baik.
System pengawasan yang baik tidak dapat dilepaskan dari pemberian hukuman (punishment) dan imbalan (reward). Seorang karyawan yang melakukan pekerjaanya dengan baik sebaiknya diberi reward. Bentuk rewad tidak mesti materi, tetapi dapat pula dalam bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan di depan karyawan lain, atau bahkan promosi, baik promosi belajar maupun promosi naik pangkat atau jabatan.
Demikian pula, karyawan yang melakukan pekerjaan dengan berbagai kesalahan, bahkan hingga yang merugikan perusahaan harus diberi punishment. Bentuk punishment pun tidak selalu identic dengan kekerasan fisik, melainkan berbentuk teguran, peringatan, skors, bahkan hingga pemecatan. Reward dan punishment itu merupakan pengawasan yang sangat penting.
Ada satu hal yang harus dipahami  baik joleh seorang manajer, yaitu sebuah pengawasan akan berjalan dengan dengan baik jika masing-masing manajer berusaha memberikan contoh terbaik kepada bawahannya.
1.      Pengawasan pada zaman Rasulullah saw.
Berkaca pada sejarah hidup, Rasulullah melakukan pengawasan yang benar-benar menyatu dalam kehidupan. Jika ada seseorang melakukan kesalahan, pada saat itu Rasulullah menegurnya. Tidak  ada kesalahan yang didiamkan oleh Rasulullah. Ketika melihat seeorang yang wudhunya kurang baik, beliau menegurnya saat itu juga. Ketika ada seorang sahabat yang shalatnya kurang baik, Rasulullah mengatakan, “Shalatlah karena engakau adalah orang yang belum melaksanakan shalat”.
Jadi, itulah cara Rasulullah melakukan pengawasan terhadap sahabat-sahabat beliau. Pada zaman Umar bin Khattab terjadi pengawasan terhadap para pekerja, para pekerja yang mendapatkan tugas tertentu benar-benar diawasi. Kasus yang terkenal adalah kasus Gubernur Mesir Amru bin Ash yang mengambil tanah orang Yahudi untuk membuat irigasi dan jalan tanpa persetujusnnys. Persoalannya, orang Yahudi itu tidak mau tanahnya hilang begitu saja meskipun ditjukan untuk kepentingan umum. Peristiawa ini dilaporkan kepada Umar. Begitu medengar pengaduan yang diterima, Umar langsung memanggil Amru bin Ash dan menanyakan kebenaran berita yang diterimanya. Amru bin Ash membenarkan tindakannyna mengambi tanah Yahudi itu. Umar pun memerintahkan kepada Amru bin Ash untuk mengembalikan taah itu. Inilah contoh kesalahan yang tidak pernah dibiarkan dan langsung dikoreksi pada saat itu juga.

2.      Kepercayaan dan pengawasan
Kepercayaan dan pengawasan tidak dapat dipidahkan. Seorang pemimpin boleh percaya kepada bawahan, tetapi dengan control sebuah kepercayaan yang diberikan tanpa adanya control, sering disalahgunakan. Banyak terjadi kasus orang kepercayaan yang tiba-tiba berkhianat.
      Jika bertransaksi dengan rekan bisnis, transaksi itu harus jelas, walaupun bukan satu dua kali melakukan kegiatan usaha dengan rekanan tersebut oleh karena itu, dalam Al-Quran dikemukakan bahwa setiap transaksi harus dicatat, jika tidak, kepercaaan ini dapat hilang dan penyesalan akan timbul belakangan.
3.      Mekanisme control
Mekanisme control dapat dilakukan dengan cara pengawasan langsung. Jika menunjuk seseorang sebagai manajer disuatu perusahaan, pemilik perusahaan harus mengirim orang untuk mengawasi langsung gerak geriknya. Inilah yang disebut pengawasan langsung.
Pengawasan yang bersifat langsung semstinya hanya dilakukan bagi karyawan baru. Hal ini dikarenakan jika karyawan lama yang telah diuji kepercayaan dan amanahnya masih juga diawasi dengan cara mengirim orang lain untuk mengawasi langsung gerak-geriknya, hal ini dapat berakibat negative. Bagi karyawan lama, ada mekanisme pengawasan yang lebih elegan. Misalnya dengan pelaporan yang jelas, tercatat an terukur.
Pengawasan terhadap karyawan karyawan yang bersifat langsung memerlukan pengawas-g selalu mpengawas yang tegas dan humanis, bukannya pengawas yang selalu mencurigai orang yang diawasinya. Jika hal ini terjadi, bukan perkembangan karyawan yang terjadi, melainkan ketidaknyamanan suasana yang berlarut-larut akan menimbulkan konflik serius. Meskipun orang yang diawasi memiliki potensi, jika orang yang mengawasi tidak memberikan kesemptan terlebih dahulu,potensi orang tersebut tidak akan mendatangkan hasil yang baik. Oleh karena itu, faktor pengawas juga ikut menentukan.
4.      Pengawasan langsung di bank syariah
Pengawasan langsung di bank syariah mesti dilakukan. Salah satu caranya, misalnya begitu ada pengusaha yang mengajukan proposal dan disetujui untuk dibiayai, mekanisme konttrol agar pengusaha itu bertindak dengan benar adalah mengirimkan orang agar bank syariah untuk duduk di manajemen perusahaan yang dibiayai itu.
5.      Landasan koreksi dalam Islam
Sebuah koreksi terhadap suatu kesalahan dalam Islam didasarkan atas tiga dasar, yaitu:
a.       Tawa shaubil haqqi (saling menasihati atas dasar kebenaran dan norma yang jelas). Tidak mungkin sebuah pengendalian akan berlangung dengan baik, tanpa norma yang jelas. Norma dan etika itu harus jelas. Norma dan etika itu tidak bersifat individual, tetaeapi harus dispakati bersama dengan aturan-aturan main yang jelas. Sebagai contoh, disepakati bahwa semua pegawai masuk kantor jam 08.00 WIB dan keluar kantor pukul 17.00 WIB.
b.      Tawa shaubis shabri (saling menasihati atas dasar kesabaran). Pada umumnya, seorang manusia seringmengulangi kesalahan yang pernah dilakukan. Oleh karena itu, koreksi yang diberikan pun harus berulang-ulang. Di sinilah pentingnya kesabran.
c.       Tawa shabil marhamah (saling menasihati atas dasar kasih sayang). Hal ini di tetapkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Balad ayat 17
"dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang"
Tujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi adalah mencegah seseorang terjerumus pada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan tausyiah.


C.    Kunci dalam Melakukan Pengawasan
Ada tiga kunci dalam melakukan pengawasan. Pertama, pengawasan itu datang dari diri sendiri, yang melekat dengan kepercayaan bahwa Allah swt juga mengawasi setiap makhlukNya. Allah akan memberikan penghargaan atau hukuman langsung terhadap makhlukNya, baik ketika di dunia mauoun di akhirat nanti. Kedua, pengawasan akan normal jika pemimpinnya adalah seseorang yang tegas dan dapat dipercaya. Ketiga, dalam hal mekanisme, system harus didirikan karena akan memunculkan kesadaran bahwa jika seseorang melakuan kesalahan, berarti itu tandanya ada kerusakan pada system yang tengah digunakan.
Ketiga hal di atas dapat disimpulkan menjadi bahwa setiap orang harus membangun kepribadian yang baik untuk bisa melakukan pengawasan, harus menegakan kebenaran dalam melakukan seleksi terhadap seseorang yang hendak dijadikan bawahan atau diberikan amanat, dan system yang baik adalah kunci dari efektifnya sebuah pengawasan.



 REFERENSI

Abdurrahman, Nana Herdiana. 2013. Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan. Bandung: Pustaka Setia.

Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2006. Shariah Principles On Management In Practice. Jakarta: Gema Insani.


You may also like

No comments:

Powered by Blogger.